Bid’ah yang sesat
Bid’ah yang sesat hanyalah pada bidang kewajiban, batas/larangan dan pengharamanAmal kebaikan (amal sholeh) yang baru, walaupun belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maupun para Sahabat tetaplah merupakan amal kebaikan (amal sholeh) jika tidak bertentangan dengan Al-Qur’an maupun Hadits
seperti contohnya,
Sholawat Badar, Sholawat Nariyah, Sholawat Imam Syafi’i ~rahimullah dan sholawat lainya,
Untaian doa dan dzikir ratib al hadad, al matsurat , doa robithoh, dan untaian doa lainnya(,ungkapane cak yus )
Sholat dengan alas sajadah, dzikir menggunakan tasbeh, dan segala kebaikan dan kemudahan bagi pelaksanaan ibadah.
Langsung aja yooo
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS al-Hasyr [59]:7)
atau
“Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah“. (HR Bukhari).
Keduanya menjelaskan bahwa kita disuruh meninggalkan sesuatu terbatas pada apa yang dilarang Rasulullah, bukan pada apa yang tidak dikerjakannya atau yang tidak pernah dicontohkannya.
Bid’ah dlolalah bukanlah pada bidang amal kebaikan (amal sholeh) namun mengada-ada dalam kewajiban, batas/larangan maupun pengharaman. Bid’ah pada bidang kewajiban, batas/larangan maupun pengharaman inilah yang disebut bid’ah menyesatkan dan tempatnya di neraka
Contoh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menghindari bid’ah pada kewajiban.
Rasulullah bersabda, “Pada pagi harinya orang-orang mempertanyakannya, lalu beliau bersabda: “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687)
Matan hadits selengkapnya silahkan baca pada Dalil untuk menghindari bid’ah dalam pelarangan maupun pengharaman.
“Sungguh sebesar-besarnya kejahatan diantara kaum muslimin adalah orang yang mempermasalahkan hal yang tidak diharamkan, kemudian menjadi diharamkan karena ia mempermasalahkannya“. (HR. al-Bukhari)
“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Sedangkan perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh) adalah baik selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Walaupun perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh) tersebut belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para Sahabat contohnya bentuk-bentuk sholawat seperti sholawat Nariyah, sholawat Badar, untaian doa dan dzikir seperti Ratib Al Hadad , Perayaan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diisi dengan kegiatan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits dll
Imam as Syafi’i ra membolehkan perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh), dikatakan beliau sebagai, “apa yang baru terjadi dari kebaikan“
Imam as Syafii ra berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”
Rasulullah pun membolehkan perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh) yang tidak diatur/disyariatkan secara khusus oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dikatakan beliau sebagai “perkara yang baik”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
Maknanya: “Barangsiapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun”. (H.R. Muslim dalam Shahih-nya)
Ada ulama yang berpendapat bahwa hadits Nabi diatas adalah tentang sedekah.
Hadits tersebut adalah memang tentang sedekah atau amal kebaikan atau amal sholeh. Hadits itu yang menjelaskan bahwa perkara baru dalam amal kebaikan atau amal sholeh adalah perkara baik atau bid’ah hasanah atau bid’ah mahmudah. Sedekah atau amal kebaikan atau amal sholeh adalah luas sekali sebagaimana yang disampaikan dalam hadits berikut ini.
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Jadi kita boleh bersedekah atau beramal sholeh dengan yasinan, tahlilan, sholawat, istighotsah dll
Jadi jelaslah kekeliruan , “LAU KANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIH” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya) karena tidak ada dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Jika kita membuat larangan yang tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka sama saja menganggap Allah ta’ala lupa atau telah melakukan bid’ah dlolalah.
Barangsiapa yang mentaati larangan yang tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan Hadits, sama saja menyembah kepada pembuat larangan.
“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Wes ojo ake ake
kuatir salah cak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar